Monday, April 30, 2007

Beberapa saat lalu saya sempat mengajukan pertanyaan kepada Mr. Ponijan Liaw salah satu pembicara dalam Seminar BKPB tentang "Membangun Sekolah Buddhis Favorit dalam 3 tahun". berikut pertanyaan saya:

Namo Buddhaya,

Mr. Po, beberapa waktu lalu saya menghadiri
seminar bapak yang diselenggarakan oleh BKPB temanya "Membangun Sekolah Buddhis
Favorit dalam 3 tahun". Ada beberapa pertanyaan yang ingin saya ajukan tentang
statement Bapak yang mengatakan bahwa Bagaimana sekolah Buddhis bisa maju kalau
gurunya bukan orang pendidikan, melainkan lulusan ilmu keahlian
murni.

Ada beberapa hal yang ingin saya tanggapi berdasarkan
komentar Bapak tersebut diantaranya :
1. Memang benar bahwa seharusnya
seorang guru itu adalah lulusan IKIP, bukan dari disiplin ilmu yang lain. Tetapi
kenyataan di lapangan berbicara lain, di sekolah kami (saya tidak mau menyebut
nama) memiliki ketua yayasan yang lulusan non pendidikan, beliau memiliki latar
belakang dari ilmu murni, tetapi sekolah kami tetap maju dan lancar, kemudian
kepala sekolah kami juga bukan lulusan IKIP, tetapi tetap exsis sampai sekarang,
bahkan kami merasa cara beliau mengajar dan memimpin yang dipelajarinya secara
otodidak (maaf) sangat baik menurut saya.

2. (maaf) Bapak sendiri
lulusan IKIP Medan, lebih suka memberikan seminar2 yang lebih menghasilkan uang
daripada mengajar jadi guru di sekolah2. (koreksi kalau saya
salah)

3. Menurut saya pengajar dan pendidik yang baik tidak hanya
dapat dihasilkan oleh IKIP saja, tetapi dari berbagai macam disiplin ilmu juga
bisa kalau orang tersebut mengerti cara mentransfer knowledge dari guru ke
murid2nya.

4. Saya menyadari apa yang dipelajari oleh para lulusan
IKIP itu sangat profesional seperti cara mengajar, menyusun satuan pembelajaran,
membuat RPP dan sebagainya. Tetapi bagaimana dengan yang NON IKIP tetapi sudah
terjun di pendidikan selama bertahun-tahun? Apakah lulusan yang mereka hasilkan
jelek?

Maaf kalau ada kata2 yang tidak berkenan, mohon tanggapan
Bapak.
Terima kasih telah membaca email
ini.

Mettacitena,
Miko Raharja

dan berikut jawaban dari Mr Po adalah :


Namo Buddhaya Pak Miko,

Terima kasih ya atas email dan pertanyaannya yang mencerahkan.

Berikut ini, ijinkan saya untuk memberikan jawaban berkenaan dengan pertanyaan Bapak:

1. Memang benar bahwa seharusnya seorang guru itu adalah lulusan IKIP, bukan dari disiplin ilmu yang lain. Tetapi kenyataan di lapangan berbicara lain, di sekolah kami (saya tidak mau menyebut nama) memiliki ketua yayasan yang lulusan non pendidikan, beliau memiliki latar belakang dari ilmu murni, tetapi sekolah kami tetap maju dan lancar, kemudian kepala sekolah kami juga bukan lulusan IKIP, tetapi tetap exsis sampai sekarang, bahkan kami merasa cara beliau mengajar dan memimpin yang dipelajarinya secara otodidak (maaf) sangat baik menurut saya.

Pernyataan Anda benar tentang hal itu. Hanya saja jika mereka lulusan IKIP yang notabene banyak ditempa persoalan teknik mengajar dan mengevaluasi hasil pembelajaran tentu akan menyingkat waktu kegiatan belajar mengajar dimana mereka tidak memerlukan waktu yang lebih banyak dalam menerapkan metodologi pengajaran dibandingkan mereka yang lulusan non-keguruan. Walau pun hal ini kasuistis sifatnya.

2. (maaf) Bapak sendiri lulusan IKIP Medan, lebih suka memberikan seminar2 yang lebih menghasilkan uang daripada mengajar jadi guru di sekolah2. (koreksi kalau saya salah)

Sampai sekarang saya masih guru (dosen) di Universitas Bina Nusantara dan beberapa universitas selain sebagai pembicara publik. Pekerjaan dengan esensi dan muatan serupa ini terus saya tekuni sejak saya masih kuliah. Oleh karena itu, jika ada sekolah yang mengundang saya untuk berbagi pengalaman di bidang pendidikan, baik secara teoretis mau pun empiris biasanya jarang saya tolak demi peningkatan kualitas pendidikan Buddhis itu sendiri.

3. Menurut saya pengajar dan pendidik yang baik tidak hanya dapat dihasilkan oleh IKIP saja, tetapi dari berbagai macam disiplin ilmu juga bisa kalau orang tersebut mengerti cara mentransfer knowledge dari guru ke murid2nya.

Setuju! Hanya saja jika di Perguruan Kependidikan, cara meneruskan pendidikan itu lengkap dengan ilmu jiwa para peserta didiknya sudah menjadi kurikulum wajib disana sehingga sekolah/yayasan akan mendapatkan tenaga yang secara teori/di atas kertas telah memahami teknik pengajaran sesuai dengan yang telah dipelajari. Jika di kelas terjadi disparitas antara teori dan praktek, itu persoalan lain yang bisa terjadi pada semua lulusan dari institusi apa saja.

4. Saya menyadari apa yang dipelajari oleh para lulusan IKIP itu sangat profesional seperti cara mengajar, menyusun satuan pembelajaran, membuat RPP dan sebagainya. Tetapi bagaimana dengan yang NON IKIP tetapi sudah terjun di pendidikan selama bertahun-tahun? Apakah lulusan yang mereka hasilkan jelek?

Mereka yang telah lama mengajar di sekolah walau pun bukan lulusan kependidikan dapat diibaratkan seperti petani dan insinyur pertanian. Secara praktek, petani yang notabene tidak pernah mengecap pendidikan formal memiliki kecenderungan lebih mahir di lapangan dibandingkan para insinyur yang tangki kognitifnya penuh dengan segala macam teori yang belum tentu berlaku pada saat direalisasikan. Hanya saja, secara konstitusional, guru2 di Indonesia harus lulusan Institusi Kependidikan. Walau pun dalam prakteknya, banyak yang belum. Termasuk kepala sekolah. Hal ini ditujukan untuk menghindari kegagalan dalam pengajaran.

Saya kira, itu yang dapat saya sampaikan pada kesempatan ini. Mudah2an kita dapat berdiskusi lagi pada lain kesempatan.

Salam untuk Pengurus Yayasan, Kepala Sekolah dan Semua Guru disana ya, Pak.

Semoga sukses dan bahagia selalu. Sadhu.

Friday, April 13, 2007

Kembali negeri kita dirundung duka, kita kehilangan salah satu putra bangsa yang sedang mengenyam pendidikan di IPDN Cliff Muntu (2007) sebelumnya sudah pernah ada juga yang meninggal yaitu yakni Eri Rahman tahun 1999-2000, Wahyu Hidayat 2002-2003.

Siapa yang salah dalam hal ini?

Jika kita melihat kasus ini secara objektif jelas yang harus dipersalahkan adalah para pemimpin di kampus IPDN seperti Rektor I Nyoman Sumaryadi. karena beliau yang mengepalai semua kegiatan di dalam lingkungan IPDN.

Bagaimana menuntaskan kasus ini?

1. Pemerintah harus melakukan pembinaan menyeluruh dan mengubah sistem yang ada sekarang ini, mahasiswa senior tidak boleh lagi melakukan pembinaan secara fisik terhadap juniornya.

2. Perlu dilakukan rehabilitasi mental bagi mahasiswa yang telah mengalami tindakan kekerasan selama di dalam kampus.

3. Pembubaran IPDN sama sekali bukan merupakan jalan terbaik, karena di sana masih terdapat mahasiswa yang baik dan mau dengan tulus mengenyam pendidikan di sana, kalau dibubarkan, bagaimana nasib mereka?

4. Presiden harus aktif memantau perkembangan perubahan IPDN dalam hal ini dilakukan oleh Mendagri selaku Pemegang otoritas dan kendali pengawasan.

5. Jangan membuat stigma negatif kepada para lulusan IPDN, STPDN, APDN, karena mereka tidak terlibat dalam kasus ini.

6. Sikapi masalah ini dengan arif dan bijaksana.
MEMBANGUN SEKOLAH BUDDHIS FAVORIT

Minggu Tanggal 8 April 2007 di Mega Glodok Kemayoran diadakan Seminar mengenai MEMBANGUN SEKOLAH BUDDHIS FAVORIT DALAM 3 TAHUN dengan pembicara Herman Kwok, Ponijan Liaw, Tommy Siawira.

Dari ketiga pembicara diatas yang benar-benar murni orang pendidikan adalah Mr. Ponijan Liaw, tetapi dua pembicara lainnya juga tidak kalah kwalitasnya. Pada saat itu dijabarkan kelemahan sekolah-sekolah Buddhis dan kelebihannya.

Kelemahan yang paling mendasar dari sekolah-sekolah Buddhis yang ada sekarang yang saya lihat adalah :
1. Minim Fasilitas, seperti sarana olahraga, lab komputer, dan fasilitas internet
2. Dikelola dengan cara yang tradisional, tidak beradaptasi dengan kemajuan jaman yang ada sekarang ini, contoh; hanya sedikit Sekolah Buddhis yang memiliki website dan menggunakan websitenya tersebut sebagai sarana promosi dan administrasi sekolah.
3. Kurangnya sokongan dana, sehingga lebih sulit bergerak, contoh sekarang ini sekolah-sekolah kristen sudah menerapkan internet sebagai pelajaran wajib, kita sekolah-sekolah Buddhis masih memikirkan bagaimana koneksi ke internet. Bukan mengaplikasikannya!

Kelebihan sekolah Buddhis :
1. Dapat mewarisi nilai-nilai luhur dari tradisi Tionghoa
2. Tidak menghilangkan tradisi Tionghoa
3. Boleh pasang hio untuk menghormati leluhur kita yang telah meninggal dan juga untuk memuja Buddha.
4. Menanamkan sejak dini makna KARMA, siapa menabur benih pasti menuai buah

Dari hal tersebut diatas maka jika para pengambil keputusan mau mengembangkan sekolahnya maka saya yakin dan percaya bahwa Sekolah Buddhis dapat menjadi favorit dalam waktu yang cepat.