Thursday, September 20, 2007

SELAMAT DATANG, BAYI-BAYI RADIO-AKTIF!

SELAMAT TINGGAL, BANDENG PRESTO,
SELAMAT DATANG, BAYI-BAYI RADIO-AKTIF!
Dampak rutin dan akumulatif akibat pengoperasian PLTN
di Semenanjung Muria yang nyaris terlupakan

George Junus Aditjondro[1]

SYUKUR ALHAMDULLILAH, saya ucapkan atas undangan PC NU Jepara, untuk ikut meramaikan acara Dialog dan Mubahatsah Alim Ulama se Jawa Tengah di Jepara. Dengan demikian, saya bisa bersilaturahmi dengan para Nahdliyin se Jawa Tengah, khususnya dari kawasan Jepara, Kudus, Pati dan Rembang, lengkapnya dari seluruh Semenanjung Muria, yang mendapat kehormatan dari para penguasa di Jakarta untuk menjadi tapak PLTN pertama yang mau dibangun oleh orang-orang pintar dari Jakarta.

Saya bersyukur, karena dengan demikian dapat kembali memperkuat gerakan anti-PLTN yang dicetuskan oleh WALHI di tahun 1980, 27 tahun lalu. Saya bersyukur, karena dengan menghadiri acara di pantai barat Semenanjung Muria ini, saya dapat menggenapi pelebaran sayap gerakan ini di Muria, yang saya mulai bersama kawan saya, M. Nasihin Hasan, sekarang Ketua Lakpesdam NU Nasional, yang waktu itu selain menjadi Direktur LP3M, juga menjadi Ketua Presidium WALHI, di mana saya menjadi Wakilnya. Kami berdua memulai gerakan penyadaran masyarakat di kampung orangtua Mas Nasihin Hasan di Rembang, di pantai timur Semenanjung Muria.

Mari kita kembali ke orang-orang pintar dari Jakarta, yang mau membangun PLTN ini. Mereka memang pintar, karena tahu seluk beluk membangkitkan tenaga listrik dari turbin yang digerakkan oleh uap dari air yang direbus oleh panas yang timbul akibat terurainya proton dan elektron dari atom-atom uranium di isotop sekecil isi potlot di reaktor nuklir. Sayangnya, orang-orang pintar ini tidak memikirkan akibat perbuatan mereka, khususnya dampak rutin dan dampak akumulatif yang harus ditanggung oleh penduduk di sekitar Semenanjung Muria (lihat Aditjondro 2003). Karena dalam forum ini akan ada sepuluh orang pembicara yang pintar-pintar, termasuk Menteri Negara Riset dan Teknologi, yang menjadi pembicara kunci, maka sebagai pembicara yang nyaris juru kunci, saya akan fokuskan pada salah satu dampak rutin dan salah satu dampak akumulatif pembangunan dan pengoperasian PLTN ini.

Saya memberanikan diri untuk bicara di forum alim ulama yang terhormat ini, bukan karena saya orang pintar di bidang nuklir, tapi juga bukan orang yang kemintar. Saya cuma mau bicara di sini, sebagai orang yang pernah meninjau dampak pembangunan PLTN di Semenanjung Bataan, Filipina, dan di Teluk Veracruz di Mexico. Kita perlu belajar dari pengalaman tragis bangsa Filipina, yang harus membayar hutang pembelian reaktor nuklir sebanyak 2,3 milyar dollar kepada maskapai Westinghouse di AS, walaupun tidak sampai menghasilkan satu Watt listrik buat rakyat Filipina, setelah pemerintah Corazon Aquino, menghentikan pembangunan reaktor nuklir itu, yang dibeli oleh Ferdinand Marcos, untuk keuntungan kroninya, Hermano Disini (Eurodad 2007).

DAMPAK RUTIN: POLUSI AIR PANAS.
TENTU saja, yang pertama kali dan seterusnya paling menderita dampak pembangunan sebuah reaktor nuklir, adalah para nelayan di sekeliling Semenanjung Muria. Sebab pada saat tapak nuklir seluas belasan, mungkin puluhan hektar, diratakan untuk pembangunan reaktor nuklir, menara pendinginnya, dan semua bangunan pelengkapnya, termasuk gardu listriknya, ke mana larinya tanah hasil perataan perbukitan di Desa Balong? Tentu saja ke laut, sebab laut, bagi banyak orang, memang keranjang sampah terbesar ciptaan Tuhan buat orang-orang malas yang tidak menghargai kebersihan. Nah, lumpur ribuan ton itu akan menghancurkan karang-karang di tepi pantai, tempat bersembunyi ikan-ikan yang juga harus bobo di malam hari.

Ikan-ikan yang selamat dari perataan tanah buat kompleks PLTN itu, menghadapi ancaman berikutnya: polusi air panas. Setiap pembangkit listrik yang menggunakan tenaga uap untuk menggerakkan turbin yang satu sumbu dengan generator listrik, selalu memerlukan menara pendingin uap panas itu. Kalau tidak, pembangkit tenaga listrik itu bisa meledak saking panasnya. Untuk itu, selain melalui menara pendingin, yang prinsip kerjanya sama seperti reaktor dalam mobil, uap yang telah berubah bentuk menjadi air panas perlu dikembalikan ke alam. Makanya, PLTU dan PLTN, selalu dibangun dekat sungai atau di tepi laut, supaya berjuta-juta liter air panas itu bisa dibuang ke sungai atau laut. Dari situlah timbul apa yang disebut polusi air panas (Aditjondro 2003: 221-223).

Nah, air panas yang merupakan produk sampingan PLTU dan PLTN, yang terlalu banyak untuk mendirikan pemandian air panas di Balong, terlalu banyak juga buat nener-nener di perairan sekeliling Semenanjung Muria, yang dicari oleh petani tambak di sekeliling Muria untuk menghasilkan ikan bandengnya. Bandeng yang selanjutnya dilego ke Juana untuk dijadikan bandeng presto.

Makanya, yang secara rutin akan menderita kerugian ekonomis dari pengoperasian PLTN Muria adalah para nelayan pengumpul nener bandeng, para petani tambak, para produsen bandeng presto, dan akhirnya, toko-toko bandeng presto di sepanjang Jalan Pandanaran, di kota Semarang. Itulah sebabnya, mengapa saya katakan: Selamat Tinggal, Bandeng Presto! di judul makalah saya.

DAMPAK AKUMULATIF: BAYI-BAYI RADIO-AKTIF.
WAKTU reaktor nuklir di Chernobyl, waktu itu masih termasuk Uni Soviet, meledak, karena macetnya sistem pendinginan reaktor itu, bukan cuma orang di Uni Soviet yang terkena dampak radio-aktifnya, tapi juga orang-orang di Jerman (saya lupa, Timur atau Barat). Soalnya, debu radio-aktif yang dibawa angin di udara, akhirnya jatuh ke rumput-rumput hijau di Jerman. Rumput hijau dimakan oleh sapi perah, dan susu sapi itu diminum oleh manusia. Bagaimana akibatnya kalau manusia terlalu banyak minum susu yang radio-aktif, tanya saja pada pak Iwan Kurniawan dan pak Budi Widianarko, ahli fisika nuklir dan biologi lingkungan yang satu panel dengan saya.

Semenanjung Muria, sependek pengetahuan saya, tidak terkenal sebagai daerah sapi perah. Itu harus ke Boyolali, dekat Salatiga, di mana saya sering minum susu sapi segar sebelum saya terpaksa hijrah ke Australia. Tapi radio-aktifitas dari PLTN Muria, bisa juga mempengaruhi kesehatan penduduk di sini, walaupun tidak melalui susu sapi. Sebab bayi-bayi di sini, masih banyak yang minum air susu ibu (ASI), kan? Walaupun kadang-kadang harus berebutan dengan bapaknya.

Nah, kalau tanaman dan hewan di sekeliling PLTN Muria tercemar radio-aktivitas, maka secara akumulatif, lewat susu ibu, bayi-bayi di Semenanjung Muria akan mendapatkan dosis radio-aktivitas yang melewati ambang batas. Boleh jadi, bayi dan balita di Semenanjung Muria akan menjadi semakin hiper-aktif, sebab coklat saja sudah dapat membuat bayi dan balita hiper-aktif, apalagi radio-aktivitas bocoran dari reaktor nuklir. Mudah-mudahan saja, BATAN akan menciptakan lapangan kerja khusus bagi bayi-bayi radio-aktif dari Muria, sebagai perwujudan dari tanggungjawab sosial mereka.

TITIKRAMA ORDE BARU
MENYADARI hal-hal di atas ini, serta berbagai pertimbangan lain yang sudah diungkapkan oleh pembicara-pembicara lain sebelum dan sesudah saya, dapatlah kita fahami penolakan masyarakat Semenanjung Muria, khususnya lagi di Desa Balong, Kecamatan Kembang, Kabupaten Jepara, terhadap pembangunan PLTN ini. Makanya, mengherankan sikap Polres Jepara, yang memanggil Setyawan Sumedi, Koordinator Persatuan Masyarakat Balong (PMB), pasca demo besar-besaran menolak rencana PLTN Muria di desa itu (Suara Merdeka, 7 Agustus 2007).

Semestinya BATAN lah, atau Menteri Ristek sekalian, yang dipanggil ke Mabes Polri, untuk menjelaskan mengapa pemerintah tetap mau ngotot membangun PLTN itu, gagasan peninggalan Menteri Ristek BJ Habibie yang kini dihidup-hidupkan kembali. Ataukah ini menunjukkan, bahwa rezim Orde Baru tidak pernah mati, tapi hanya bermetamorfosa, bertitikrama, menjadi rezim baru yang tetap mau mewujudkan impian-impian lama?

Titikrama Orde Baru ini dapat dilihat dari siapa yang sudah menyatakan minat untuk membangun PLTN Muria ini, kapan pernyataan itu dibuat, dan pada kesempatan apa. Maskapai penghasil migas swasta terbesar di Indonesia, Medco, telah menyatakan minatnya untuk membangun PLTN Muria. Saat kunjungan tiga hari Presiden SBY ke Seoul, Korea Selatan, akhir Juli lalu, Medco Energi Internasional dan Korea Hydro and Nuclear Power Co Ltd menandatangani perjanjian awal untuk pembangunan reaktor tenaga nuklir, dengan kontrak senilai 8,5 milyar dollar AS (sekitar Rp 78,5 trilyun). Kontrak itu ditandatangani di hadapan Menteri ESDM, Purnomo Yusgiantoro di Seoul, hari Rabu, 25 Juli lalu. Seolah-olah sudah diangkat menjadi jurubicara Medco, Purnomo Yusgiantoro menyatakan bahwa batas waktu pembangunannya sudah ditetapkan pada tahun 2016, dan reaktornya dijadualkan akan mulai beroperasi pada tahun 2017 (Suara Merdeka, 26 Juli 2007).

Model-model menandatangani kontrak dengan perusahaan asing, di saat-saat mendampingi Kepala Negara dalam muhibahnya ke luar negeri, memang merupakan salah satu modus operandi bisnis yang dekat dengan kalangan Istana. Memang, Medco dibangun oleh Arifin Panigoro di masa-masa jaya Soeharto, antara lain dengan merangkul besan Soeharto, Eddi Kowara Atmawinata, mertua Siti Hardiyanti Rukmana alias Tutut (Aditjondro 2006: 26, 288, 364-5, 405, 411-2, 443-4, 451).

Pasca Soeharto, Arifin mula-mula mendekat ke Amien Rais, lalu setelah kelihatan bahwa kans Amien Rais untuk menjadi Presiden pengganti Habibie sangat kecil, ia mendekat ke Megawati Soekarnoputri dengan masuk ke PDI-P, dan perhitungannya kali ini tepat. Setelah popularitas Megawati merosot, ia keluar dari PDI-P, dan bersama Laksamana Sukardi, mendirikan partai baru. Boleh jadi, ia sekarang sedang mendekat ke SBY, sambil melihat-lihat, apakah SBY akan berhasil merebut masa jabatan kepresidenan yang kedua, atau tidak.

Medco Energi Internasional yang sudah teken kontrak dengan maskapai Korea di atas untuk membangun PLTN di Muria, memang sedang melakukan diversifikasi dari pertambangan migas, ke proyek-proyek energi yang lain. Di Batam, Medco memiliki dua perusahaan pembangkit tenaga listrik, yakni PT Mitra Energi Batam yang mengoperasikan Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) Panaran I Batam yang sejak 2004 membangkitkan 2 x 27,75 MW, dengan nilai investasi US$ 30 juta; dan PT Dalle Energy Batam yang membangun PLTG Panaran II Batam dengan kapasitas 2 x 27,75 MW pula (Warta Ekonomi, 20 Agustus 2007: 31).

Itu belum semua. Medco juga pemilik 5% saham PT Energy Sengkang yang mengoperasikan pembangkit listrik tenaga gas dan uap (PLTGU) Sengkang di Sulawesi Selatan yang berkapasitas 135 MW. Baru-baru ini, Medco telah ditunjuk untuk mengoperasikan dan memelihara PLTU Tanjung Jati B dengan kapasitas 2 x 660 MW. Kemudian, bersama Ormat International Inc. dari AS dan Itochu Corp. dari Jepang, Medco juga telah menyatakan minatnya untuk membangun Pembangkit Tenaga Listrik Panasbumi di Sarulla, Sumatera Utara, dengan kapasitas 330 MW (Warta Ekonomi, 20 Agustus 2007, hal. 31-32).

Makanya, dari sudut logika bisnis, PT Medco Energi Internasional Tbk yang telah menjual 19,97 % sahamnya kepada Mitsubishi Corporation dari Jepang (Kompas, 27 Agustus 2007), masuk akallah bahwa perusahaan yang dipimpin oleh Hilmi Panigoro, adik kandung Arifin Panigoro, kini berusaha masuk ke pembangkitan listrik tenaga nuklir. Iming-imingnya kepada calon konsumennya, adalah bahwa harga listriknya bisa US$ 3 sen per kWh, lebih rendah dari pada harga listrik yang dihasilkan oleh PLTU atau PLTGU. Namun diakui oleh Hilmi Panigoro, bahwa “mendapat dukungan dari masyarakat adalah tantangan utama yang harus kita hadapi” (Warta Ekonomi, 20 Agustus 2007: 32).

TOLAK PLTN!!!
DARI uraian di atas kita bisa menyimpulkan, bahwa rencana pembangunan PLTN, bukanlah karena krisis tenaga listrik yang sering didengung-dengungka n, sebab dengan berbagai pembangkit yang ada – terutama PLTA, PLTU, dan PLTGU – kebutuhan listrik untuk industri dan rumah tangga di Jawa sudah dapat terpenuhi. PLTU dan PLTGU, juga tidak akan menambah ketergantungan kita pada bahan baku dari luar negeri, sebab batubara dan gas kita berlimpah. Sedangkan untuk keperluan PLTN, kita harus mengimpor uranium dari Australia, untuk dijadikan isotop yang ‘dibakar’ di dalam reaktor PLTN, yang menimbulkan permasalahan baru lagi, yakni pengamanan limbah nuklirnya.

Jadi sebenarnya, pembangunan PLTN lebih merupakan ambisi kaum pengusaha yang dekat ke Istana, atau mendekat ke Istana, dengan menawarkan iming-iming dukungan buat Pemilu dan Pilpres 2009. Sementara dampaknya, begitu banyak, dan sangat sulit dikendalikan. Karena itu, mengutip kata penyair Wijih Tukul, menghadapi rencana pembangunan PLTN di Semenanjung Muria ini: Lawan!

Yogyakarta, 31 September 2007.

Kepustakaan:
Aditjondro, George Junus (2003). Korban-korban pembangunan: Tilikan terhadap beberapa kasus perusakan lingkungan di tanah air. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Bagian II: Dilema Seputar Pembangunan PLTN, hal. 105 s/d 272.
------------ --- (2006). Korupsi kepresidenan: Reproduksi oligarki berkaki tiga: Istana, tangsi, dan partai penguasa. Yogyakarta: LkiS.
Eurodad (2007). Skeletons in the cupboard: Illegitimate debt claims of the G7. Brusssels: Eurodad.

Curriculum Vitae
George Junus Aditjondro

Tempat & tgl lahir: Pekalongan, 27 Mei 1946.
Pendidikan:

1991: Master of Science (M.S.), Cornell University, Ithaca, N.Y., dengan tesis tentang proses belajar tentang pengembangan masyarakat di antara pimpinan dan staf Yayasan Pengembangan Masyarakat Desa Irian Jaya (YPMD-Irja).
20 Januari 1993: Philosophical Doctor (Ph.D.), Cornell University, Ithaca, N.Y., dengan tesis tentang proses pendidikan publik tentang dampak pembangunan bendungan Kedungombo di Jawa Tengah.

Pekerjaan:

1971-1979: Jurnalis Majalah TEMPO.
1981-1989: Pekerja Pengembangan Masyarakat, a.l. Sekretariat Bina Desa (Jakarta), WALHI, dan Yayasan Pengembangan Masyarakat Desa Irian Jaya (YPMD-Irja).
1989-2002: Dosen Program Pasca-sarjana Studi Pembangunan Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), Murdoch University (Perth, Western Australia), dan University of Newcastle (Newcastle, NSW, Australia).
Sejak 1994, meneliti penyebaran harta jarahan keluarga dan kroni Soeharto ke belasan negara di dunia.
Sejak November 2002: Konsultan Penelitian & Penerbitan Yayasan Tanah Merdeka, Palu.
Sejak September 2005: ikut mengampu mata-mata kuliah Marxisme, Metodologi Penelitian, dan Gerakan Sosial Baru di Program Studi Ilmu, Religi dan Budaya (IRB), Program Pasca Sarjana, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Karya Tulis:
Ratusan artikel, buku, bab, kata pengantar, prolog dan epilog tentang Timor Leste, Papua Barat, Aceh, Sumatera, Kalimantan, Maluku, Sulawesi, lingkungan hidup, HAM, bisnis militer, gerakan sosial baru (new social movements), gerakan kiri di Indonesia dan Amerika Latin, pendidikan radikal, ekologi politik migas, serta korupsi sistemik para Presiden RI.

------------ --------- --------- ---
[1] ) Dosen tamu Program Studi Ilmu, Religi dan Budaya, Program Pascasarjana Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, trainer metodologi penelitian bagi ornop-ornop di Sumatera Utara & Aceh; pengamat dampak proyek-proyek pembangkit tenaga listrik skala besar; mantan Wakil Ketua Presidium WALHI, yang ikut merintis gerakan anti-PLTN di Jawa Tengah, di tahun 1980. Mendapat gelar M.Sc. dan Ph.D. dari Universitas Cornell di AS.

Wednesday, September 19, 2007

Anakku sakit

Anakku sakit

Pada hari Kamis sore tanggal 13 September 2007, tiba-tiba badan anak kedua saya, Metta (13 bulan) terasa lebih hangat dari biasanya, kupikir ini hanya penyakit biasa mau tumbuh gigi, maklum anak bayi. Tapi setelah diberi obat tradisional seperti Keng Hong San dan Hui Chun Tan panasnya tidak turun sampai hari berikutnya, kemudian pada hari Sabtu malam Metta kuputuskan untuk dibawa ke dokter yang praktek di RSIA Hermina Podomoro. Sesampainya di sana Metta ditimbang dan diukur derajat panasnya, dan ternyata Metta panasnya mencapai 39,5oC!. Beruntung paramedis di sana cepat tanggap, anakku langsung diberi obat penurun panas (Proris) yang dimasukkan melalui dubur, tidak ada 10 menit, panasnya langsung turun, wah hebat nih obat pikirku.

Kemudian kami langsung masuk ke ruang praktek Dr. Agus, SP.A dan oleh dokter didiagnosa anakku kena serangan virus, karena panasnya tinggi. Kata beliau jika tumbuh gigi panasnya tidak akan setinggi ini. Kemudian dokter memberi saran jika besok hari minggu panasnya masih tinggi atau badannya lemas, periksa darah lengkap dan analisa WIDAL, karena anakku dicurigai menderita DBD atau Tipes.

Sepulang dari dokter, malamnya Metta nangis jam 2 pagi dampai jam 3 pagi, rupanya Metta perutnya tidak enak dan Metta memuntahkan susu yang baru saja diminumnya, kemudian Metta poop. Setelah itu Metta mimi susu lagi dan bobo.

Hari Minggu dari pagi sampai jam 8 malam tidak ada masalah, Cuma saya masih curiga kalau Metta sakit DBD atau Tipes, akhirnya jam 9 malam Metta kembali rewel, dan akhirnya kuputuskan untuk membawanya ke RSIA Hermina Podomoro untuk di cek darahnya di Lab.

Setelah menunggu + 1 Jam hasil lab pun keluar, dan ternyata trombosit Metta bagus dan hasil tes Widal semuanya (-) negatif.

Hari Senin 17 September 2007, mulai timbul bercak bintik merah, rupanya Metta terserang penyakit Campak, langsung kami berikan Mapho, obat tradisional tiongkok.

Sekarang hari Rabu 19 September 2007 ruam bintik merahnya sudah mulai menghilang Metta pun sudah mulai ceria. Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada RSIA Hermina yang sangat tanggap menangani Metta yang panasnya tinggi dan jasa yang harus saya bayar kepada RSIA Hermina Podomoro atas tindakkan memberikan obat penurun panas kepada Metta adalah Rp.0,- alias gratis, saya hanya diminta membayar obat Proris Rp. 4.500,- + jasa dokter serta obat apotik yang tidak lebih dari Rp.200.000,-

Saturday, September 15, 2007

Seminar “Unleash your Inner Power” 6-7 Juli 2007

Di Tri Puri Meru – Cipanas – Puncak



Seminar 2 hari yang diadakan oleh BKPB (Badan Koordinasi Pendidikan Buddhis) yang mengundang Mr. Andrew Ho sebagai pembicara utama sekaligus master trainner dalam acara ini sangat menakjubkan.


Seminar ini dihadiri oleh pemimpin sekolah-sekolah Buddhis yang ada di Indonesia, kami dari Sekolah Tri Ratna diwakili oleh saya sebagai Wakil Bidang Kesiswaan SMK dan Bapak Tri Amiro bagian tata usaha SMK.


Di sana kami dilatih untuk bagaimana membangkitkan potensi yang ada pada diri kami, potensi yang luar biasa terpendam dan selama ini terbelenggu oleh pikiran kita masing-masing.


Hari pertama merupakan hari terberat, karena kami tidak diperbolehkan memegang handphone dan jam tangan kami. Banyak cara yang dilakukan master trainning kami yaitu Mr. Andrew Ho di dalam melatih kami. Salah satunya adalah kami dilatih meneriakkan kata-kata “Saya pasti sukses”.


Teman sekamar saya adalah Bapak Gunananda, Direktur Sekolah Surya Dharma. Beliau banyak memberikan saya masukkan-masukkan mengenai bagaimana menerapkan nilai-nilai Buddhis di sekolah.


Ada hal menarik ketika diadakan games dengan dua orang berpasangan, masing-masing ditutup matanya dan yang satunya lagi diberikan gendongan tangan seolah-olah tidak mempunyai mata dan tangan kanan. Kami berdua diharuskan bekerja sama, bersama-sama makan siang dan membereskan pakaian.


Pikiran manusia terbagi menjadi 2 bagian yaitu pikiran sadar dan pikiran bawah sadar, pikiran sadar adalah pikiran yang kita gunakan dalam keadaan sadar, sedangkan pikiran bawah sadar merupakan storage atau tempat penyimpanan memori yang memiliki pengaruh yang sangat dahsyat. Contoh : Pernahkah anda memikirkan ingin bangun pagi jam 3 atau 4 dinihari karena akan berangkat ke luar kota atau ingin menonton bola? Jika belum cobalah anda lakukan sebelum anda tidur dengan memikirkan dalam pikiran lalu konsentrasi, katakan dalam diri anda bahwa besok saya harus bangun jam 4 pagi, lalu pergilah tidur, perhatikan apa yang terjadi keesokkan harinya? Anda pasti bangun jam 4 pagi. Sebuah kebetulankah…? Bukan…! Itu berarti anda telah menggunakan alam pikiran bawah sadar anda untuk bangun jam 4 pagi.


Mr. Andrew Ho mengajarkan kami untuk menggunakan pikiran bawah sadar kami untuk membuka potensi yang ada dalam diri kami masing-masing untuk mengembangkan sekolah-sekolah buddhis.


Satu hal yang saya salut terhadap beliau adalah, beliau merupakan sosok pribadi yang tegas dan disiplin, baik dalam pekerjaan dan kehidupan sehari-hari, dan juga beliau mengajarkan kepada kami bahwa segala sesuatu harus dilakukan dengan cara yang positif, karena apabila segala sesuatu dilakukan dengan cara positif, maka hasil yang kita dapat akan positif pula.


Sukses untuk anda Mr. Ho. Salam dari Sekolah Buddhis Tri Ratna..

Monday, May 07, 2007

KOMENTAR TENTANG SEKOLAH SARIPUTRA
Jl. Hayam Wuruk No 125Jakarta Barat

Saya adalah alumni Sekolah Sariputra dari SD sampai SMP dalam hal ini saya ingin memberikan komentar tentang manajemen pendidikan yang begitu "buruk" dari sebuah sekolah sehingga menuju kehancuran, patut kita ambil hikmah dan pelajaran dari kejadian Sekolah Sariputra.
Sekolah Sariputra adalah sekolah yang sangat disegani dari jaman ibu saya bersekolah. sekarang usia ibu saya sudah 65 tahun.Beliau bersekolah di Sekolah Sariputra yang dahulu bernama "SHIN HOA ENGLISH SCHOOL" bahkan ayah dan ibu saya memiliki awal pertemuan yang indah disana.

Dahulu belum banyak sekolah swasta di Jakarta, bahkan alumni Sekolah Sariputra sudah banyak yang menjadi orang sukses diantaranya JO PRIASTANA salah satu petinggi Sekolah Tinggi Agama Buddha Nalanda, JUSMAN Kepala Sekolah Menengah Atas TRI RATNA, SUSI KURNIAWATI KOMALA Pengusaha dan sebagainya.

Saya ingin berbagi pengalaman yang saya dapati selama saya bersekolah di Sekolah Sariputra. Saat pertama kali bersekolah di Sekolah Sariputra kelas I SD masih teringat dengan jelas Saya datang sangat pagi-pagi sekali dan dengan semangat bersekolah yang tinggi, kemudian pertama kali memasuki kelas saya masih teringat banyaknya jumlah murid sekitar 40an dalam 1 kelas, saya duduk paling belakang dan guru saya adalah IBU SIOK.

Waktu terus berlalu sehingga saya remaja memasuki jenjang pendidikan SMP, nah pada saat SMP inilah saya menyadari bahwa ada banyak yang tidak beres dengan Sekolah Sariputra, bukan bermaksud mencari kambing hitam dan mendiskreditkan seseorang, apalagi untuk melecehkan seorang guru yang sangat berjasa kepada saya.

Kejangalan yang ada adalah :
  1. Guru memberikan les tambahan, jika tidak maka murid akan mengalami nilai jelek dan tidak mengerti apa yang diajarkan, karena dikelas guru tersebut mengajar dengan sangat cepat dan tanpa kompromi.
  2. Terlalu sombong dan arogansi beberapa orang guru, contoh; ada guru yang menganggap murid hanyalah manusia rendah dan tak pantas berkomunikasi dengan si guru.
  3. Larangan mempergunakan lapangan basket, di lapangan basket yang seharusnya dipergunakan untuk oleh raga diisi dengan parkir mobil. Bahkan ada mobil yang sengaja diparkir tepat di bawah ring basket!(gila khan?) apa maksudnya coba??
  4. Mungkin karena jenuh tidak menguasai bahan ajar, ada guru yang ngantuk pada saat mengajar.!
  5. Guru yang memiliki dedikasi dan prestasi yang baik tidak dipertahankan, bahkan diacuhkan sehingga Sekolah Sariputra mengalami penurunan kwalitas guru.
  6. Ada guru yang secara sadar dan terang-terangan merokok di dalam kelas pada saat pelajaran berlangsung!

Terlalu banyak kesalahan-kesalahan manajemen pendidikan yang diperlihatkan Sekolah Sariputra menurut saya. Saya sebagai alumni Sekolah Sariputra merasa prihatin karena kabar terakhir bahwa Sekolah Sariputra akan tutup. Oleh karena itu Para Petinggi sekolah dan pemerhati pendidikan semestinya dapat memetik pelajaran yang berharga dari pengalaman sekolah Sariputra. Sekolah Sariputra boleh tutup atau berganti nama tapi kenangan indah selalu di hati saya.Selamat jalan SEKOLAH SARIPUTRA.!

Monday, April 30, 2007

Beberapa saat lalu saya sempat mengajukan pertanyaan kepada Mr. Ponijan Liaw salah satu pembicara dalam Seminar BKPB tentang "Membangun Sekolah Buddhis Favorit dalam 3 tahun". berikut pertanyaan saya:

Namo Buddhaya,

Mr. Po, beberapa waktu lalu saya menghadiri
seminar bapak yang diselenggarakan oleh BKPB temanya "Membangun Sekolah Buddhis
Favorit dalam 3 tahun". Ada beberapa pertanyaan yang ingin saya ajukan tentang
statement Bapak yang mengatakan bahwa Bagaimana sekolah Buddhis bisa maju kalau
gurunya bukan orang pendidikan, melainkan lulusan ilmu keahlian
murni.

Ada beberapa hal yang ingin saya tanggapi berdasarkan
komentar Bapak tersebut diantaranya :
1. Memang benar bahwa seharusnya
seorang guru itu adalah lulusan IKIP, bukan dari disiplin ilmu yang lain. Tetapi
kenyataan di lapangan berbicara lain, di sekolah kami (saya tidak mau menyebut
nama) memiliki ketua yayasan yang lulusan non pendidikan, beliau memiliki latar
belakang dari ilmu murni, tetapi sekolah kami tetap maju dan lancar, kemudian
kepala sekolah kami juga bukan lulusan IKIP, tetapi tetap exsis sampai sekarang,
bahkan kami merasa cara beliau mengajar dan memimpin yang dipelajarinya secara
otodidak (maaf) sangat baik menurut saya.

2. (maaf) Bapak sendiri
lulusan IKIP Medan, lebih suka memberikan seminar2 yang lebih menghasilkan uang
daripada mengajar jadi guru di sekolah2. (koreksi kalau saya
salah)

3. Menurut saya pengajar dan pendidik yang baik tidak hanya
dapat dihasilkan oleh IKIP saja, tetapi dari berbagai macam disiplin ilmu juga
bisa kalau orang tersebut mengerti cara mentransfer knowledge dari guru ke
murid2nya.

4. Saya menyadari apa yang dipelajari oleh para lulusan
IKIP itu sangat profesional seperti cara mengajar, menyusun satuan pembelajaran,
membuat RPP dan sebagainya. Tetapi bagaimana dengan yang NON IKIP tetapi sudah
terjun di pendidikan selama bertahun-tahun? Apakah lulusan yang mereka hasilkan
jelek?

Maaf kalau ada kata2 yang tidak berkenan, mohon tanggapan
Bapak.
Terima kasih telah membaca email
ini.

Mettacitena,
Miko Raharja

dan berikut jawaban dari Mr Po adalah :


Namo Buddhaya Pak Miko,

Terima kasih ya atas email dan pertanyaannya yang mencerahkan.

Berikut ini, ijinkan saya untuk memberikan jawaban berkenaan dengan pertanyaan Bapak:

1. Memang benar bahwa seharusnya seorang guru itu adalah lulusan IKIP, bukan dari disiplin ilmu yang lain. Tetapi kenyataan di lapangan berbicara lain, di sekolah kami (saya tidak mau menyebut nama) memiliki ketua yayasan yang lulusan non pendidikan, beliau memiliki latar belakang dari ilmu murni, tetapi sekolah kami tetap maju dan lancar, kemudian kepala sekolah kami juga bukan lulusan IKIP, tetapi tetap exsis sampai sekarang, bahkan kami merasa cara beliau mengajar dan memimpin yang dipelajarinya secara otodidak (maaf) sangat baik menurut saya.

Pernyataan Anda benar tentang hal itu. Hanya saja jika mereka lulusan IKIP yang notabene banyak ditempa persoalan teknik mengajar dan mengevaluasi hasil pembelajaran tentu akan menyingkat waktu kegiatan belajar mengajar dimana mereka tidak memerlukan waktu yang lebih banyak dalam menerapkan metodologi pengajaran dibandingkan mereka yang lulusan non-keguruan. Walau pun hal ini kasuistis sifatnya.

2. (maaf) Bapak sendiri lulusan IKIP Medan, lebih suka memberikan seminar2 yang lebih menghasilkan uang daripada mengajar jadi guru di sekolah2. (koreksi kalau saya salah)

Sampai sekarang saya masih guru (dosen) di Universitas Bina Nusantara dan beberapa universitas selain sebagai pembicara publik. Pekerjaan dengan esensi dan muatan serupa ini terus saya tekuni sejak saya masih kuliah. Oleh karena itu, jika ada sekolah yang mengundang saya untuk berbagi pengalaman di bidang pendidikan, baik secara teoretis mau pun empiris biasanya jarang saya tolak demi peningkatan kualitas pendidikan Buddhis itu sendiri.

3. Menurut saya pengajar dan pendidik yang baik tidak hanya dapat dihasilkan oleh IKIP saja, tetapi dari berbagai macam disiplin ilmu juga bisa kalau orang tersebut mengerti cara mentransfer knowledge dari guru ke murid2nya.

Setuju! Hanya saja jika di Perguruan Kependidikan, cara meneruskan pendidikan itu lengkap dengan ilmu jiwa para peserta didiknya sudah menjadi kurikulum wajib disana sehingga sekolah/yayasan akan mendapatkan tenaga yang secara teori/di atas kertas telah memahami teknik pengajaran sesuai dengan yang telah dipelajari. Jika di kelas terjadi disparitas antara teori dan praktek, itu persoalan lain yang bisa terjadi pada semua lulusan dari institusi apa saja.

4. Saya menyadari apa yang dipelajari oleh para lulusan IKIP itu sangat profesional seperti cara mengajar, menyusun satuan pembelajaran, membuat RPP dan sebagainya. Tetapi bagaimana dengan yang NON IKIP tetapi sudah terjun di pendidikan selama bertahun-tahun? Apakah lulusan yang mereka hasilkan jelek?

Mereka yang telah lama mengajar di sekolah walau pun bukan lulusan kependidikan dapat diibaratkan seperti petani dan insinyur pertanian. Secara praktek, petani yang notabene tidak pernah mengecap pendidikan formal memiliki kecenderungan lebih mahir di lapangan dibandingkan para insinyur yang tangki kognitifnya penuh dengan segala macam teori yang belum tentu berlaku pada saat direalisasikan. Hanya saja, secara konstitusional, guru2 di Indonesia harus lulusan Institusi Kependidikan. Walau pun dalam prakteknya, banyak yang belum. Termasuk kepala sekolah. Hal ini ditujukan untuk menghindari kegagalan dalam pengajaran.

Saya kira, itu yang dapat saya sampaikan pada kesempatan ini. Mudah2an kita dapat berdiskusi lagi pada lain kesempatan.

Salam untuk Pengurus Yayasan, Kepala Sekolah dan Semua Guru disana ya, Pak.

Semoga sukses dan bahagia selalu. Sadhu.

Friday, April 13, 2007

Kembali negeri kita dirundung duka, kita kehilangan salah satu putra bangsa yang sedang mengenyam pendidikan di IPDN Cliff Muntu (2007) sebelumnya sudah pernah ada juga yang meninggal yaitu yakni Eri Rahman tahun 1999-2000, Wahyu Hidayat 2002-2003.

Siapa yang salah dalam hal ini?

Jika kita melihat kasus ini secara objektif jelas yang harus dipersalahkan adalah para pemimpin di kampus IPDN seperti Rektor I Nyoman Sumaryadi. karena beliau yang mengepalai semua kegiatan di dalam lingkungan IPDN.

Bagaimana menuntaskan kasus ini?

1. Pemerintah harus melakukan pembinaan menyeluruh dan mengubah sistem yang ada sekarang ini, mahasiswa senior tidak boleh lagi melakukan pembinaan secara fisik terhadap juniornya.

2. Perlu dilakukan rehabilitasi mental bagi mahasiswa yang telah mengalami tindakan kekerasan selama di dalam kampus.

3. Pembubaran IPDN sama sekali bukan merupakan jalan terbaik, karena di sana masih terdapat mahasiswa yang baik dan mau dengan tulus mengenyam pendidikan di sana, kalau dibubarkan, bagaimana nasib mereka?

4. Presiden harus aktif memantau perkembangan perubahan IPDN dalam hal ini dilakukan oleh Mendagri selaku Pemegang otoritas dan kendali pengawasan.

5. Jangan membuat stigma negatif kepada para lulusan IPDN, STPDN, APDN, karena mereka tidak terlibat dalam kasus ini.

6. Sikapi masalah ini dengan arif dan bijaksana.
MEMBANGUN SEKOLAH BUDDHIS FAVORIT

Minggu Tanggal 8 April 2007 di Mega Glodok Kemayoran diadakan Seminar mengenai MEMBANGUN SEKOLAH BUDDHIS FAVORIT DALAM 3 TAHUN dengan pembicara Herman Kwok, Ponijan Liaw, Tommy Siawira.

Dari ketiga pembicara diatas yang benar-benar murni orang pendidikan adalah Mr. Ponijan Liaw, tetapi dua pembicara lainnya juga tidak kalah kwalitasnya. Pada saat itu dijabarkan kelemahan sekolah-sekolah Buddhis dan kelebihannya.

Kelemahan yang paling mendasar dari sekolah-sekolah Buddhis yang ada sekarang yang saya lihat adalah :
1. Minim Fasilitas, seperti sarana olahraga, lab komputer, dan fasilitas internet
2. Dikelola dengan cara yang tradisional, tidak beradaptasi dengan kemajuan jaman yang ada sekarang ini, contoh; hanya sedikit Sekolah Buddhis yang memiliki website dan menggunakan websitenya tersebut sebagai sarana promosi dan administrasi sekolah.
3. Kurangnya sokongan dana, sehingga lebih sulit bergerak, contoh sekarang ini sekolah-sekolah kristen sudah menerapkan internet sebagai pelajaran wajib, kita sekolah-sekolah Buddhis masih memikirkan bagaimana koneksi ke internet. Bukan mengaplikasikannya!

Kelebihan sekolah Buddhis :
1. Dapat mewarisi nilai-nilai luhur dari tradisi Tionghoa
2. Tidak menghilangkan tradisi Tionghoa
3. Boleh pasang hio untuk menghormati leluhur kita yang telah meninggal dan juga untuk memuja Buddha.
4. Menanamkan sejak dini makna KARMA, siapa menabur benih pasti menuai buah

Dari hal tersebut diatas maka jika para pengambil keputusan mau mengembangkan sekolahnya maka saya yakin dan percaya bahwa Sekolah Buddhis dapat menjadi favorit dalam waktu yang cepat.